Introduksi

Editing film bias diperbandingkan dengan memotong, mengasah dan menyunting berlian. Berlian yang masih dalam bentuk bongkahan tidak bosa dikenali. Bongkahan itu harus di potong dahulu, diasah dan disunting dengan ikatan agar keindahan yang dimilikinya dapat dihargai sepenuhnya. Sama saja dengan itu, film cerita adalah tumpukan semrawut shot-shot sampai, seperti juga berlian, film ini dipotong, diasah dan disunting. Berlian dan film diperkuat oleh apa yang disingkirkan, apa yang ditinggalkan menuturkan cerita. Banyaknnya faset dari berlian atau dari film, tidak akan jelas sebelum dilakukan final cut.
Hanya editing yang baik saja yang akan mampu member hidup pada film. Aneka ragam shot adalah tetap merupakan sekian potongan film tak karuan sebelum semuanya dirakit secara ahli menurut cerita yang berangkai. Editing “mengencangkan” film, menyingkirkan semua yang berlebihan : pendahuluan start, overlaps, yang tidak diperlukan dari action masuk, keluar, scene-scene tambahan, ulang gaya, pengambilan yang salah. Apa yang tinggal harus dianyam menjadi penuturan yang berkesinambungan; untuk menyajikan cerita film dengan cara yang menangkap dan menahan perhatian penonton dari sejak adegan pembukaan sampai fade-out akhir.
Editor berusaha memberikan keanekaragaman visual film melalui pemilihan shot, aransemen dan timing secara ahli. Ia menciptakan kembali, bukan membuat lagi, rakaman kejadian untuk mencapai efek secara komulatif yang seringkali lebih besar dari action-action dalam suatu scene yang dikumpulkan bersama. Adalah tanggung jawab editor untuk menghasilkan film yang terbaik dari bahan yang ada. Seringkali editor yang baik menukar konsep “picture supervisor” dengan konsep asli sutradara atau juru kamera. Hanya setelah melalui pertimbangan yang seksama mengenai kemungkinan kombinasi-kombinasi dari sekian shot serta efek-efek yang diinginkan, maka barulah editor film merakit scene-scene.
Film cerita, yang shooting-nya dilakukan oleh karyawan film professional, dikerjakan dengan selalu mengingat tuntutan penyuntingan. Perimbangan yang seksama diberikan terhadap screen direction, arah pandang dan posisi para pemain, dan peng-klopan-action dan dialog shot demi shot. Editor film cerita biasanya hanya menghadapi sedikit saja persoalan penyuntingan yang tidak bias ia pecahkan. Ia lebih banyak disibukkan soal nilai dramatik dari pada harus mengoreksi kesalahan shooting yang menyangkut ketidak-klop-an atau kesalahan teknik perfilman lainnya.
Editor pada film non cerita, khususnya yang dibuat tanpa naskah, terdiri dari upaya mengatasi atau mengoreksi kesalahan dalam shooting. Bagian-bagian yang tidak klop, scene-scene hilang, penyambungan pada gerak kamera, mengatasi jump-cut, dan pemecahan problema shooting yang di sebapkankarena penggunaan teknik perfilman yang brengsek. Pengagak-agak (guessing) oleh penulis narasi, sutradara atau produser, akan memerlukan pula dilakukannya koreksi atau penyuntingan untuk memenuhi perubahan konsep dari cara cerita yang akan disajikan. Dengan pemindahan shot-shot, mengunakan efek secara optis dan menggunakan beberapa scene bukan sebagaiman dimaksudkan waktu dalam pembuatannya, seorang editor dengan pengetahuannya yang luas mengenai problema-problema pembuatan film dokumenter akan menggunakan muslihat penyuntingan untuk mambantu menderek penyajian.
Seorang editor yang berpengalaman seringkali biasa melakukan peyuntingan “curi” atas film dengan suatu imajinasi yang menyajikan cerita film itu menjadi lebih banyak disusun dan diciptakan di meja editing, dari pada di kamera. Namun demikian, janganlah hendaknya juru kamera menjadikan keahlian editor sebagai tongkat penyangga ketika melakukan shooting. Dia tidak boleh tergantung kepada editor untuk “mendoktrin” kesalahan pembuatan yang sebetulnya bias dihindarkan. Secara normalpun dalam tugas yang dihadapi oleh seorang editor ia harus banyak melakukan “pencurian”. Tapi jangan diharapkan agar dia melakukan penyelamatan atas tiap film di kamar editing. Seorang juru kamera yang cakap sebaiknya sungguh-sungguh memahami tentang editing film lebih utama dari segi visual dari pada sudut tekniknya. Dia tidak usah tahu cara merakit gulungan A & B, atau bagaimana merekat sambungan film, tapi ia harus mampu melakukan pemilihan atas suatu kejadian menjadi serangkaian shot yang bias disunting menjadi sequence yang bias di sajiakan.
Juru kamera noncerita harus mengenal baik permasalahan-permasalahan editing. Apakah ia akan mengedit filmnya sendiri, atau ia harus mengambil keputusan pada segi editing ini pada saat shooting dilakukan. Banyak juru kamera, yang bekerja pada produser lemah melakukan sendiri penyuntingannaya. Beberapa memang mahir melakukan penyuntingan, tapai juru kamera yang baik jarang sekali yang ahli sebagai penyunting. Sementara dalam pembuatan film cerita diperlukan sepenuhnya spesialisasi, pada lapangan film noncerita sering kali melakukan perangkapan dua sampai tiga keahlian, hingga adanya perangkapan juru kamera/sutradara/editor bukanlah hal yang tidak biasa.
Juru kamera yang bekerja secara demikian bisa mengembangkan apresiasi yang lebih besar terhadap problema-problema editing film dari mereka yang bertugas menembak saja apa yang diminta sutradara. Ia mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menjadi mahir dalam melakukan pengambilan scene yang bias dirangkai dengan baik, kareana ia juga lebih dekat dengan keseluruhan proses produksi daripada juru kamera yang menggarap film cerita. Ia akan segera tahu bahwa action-action tertentu memerlukan pengamatan khusus untuk bias menjadikannya klop dalam shot-shot berurutan. Suatu gerekan-gerakan tertentu dari kamera dan pemain akan disambungkan bersama dan yang lainnya tidak boleh. Cluse-up untuk cut-in atau cut-away dan shot-shot reaksi bias menyelamatkan film kalau ditemukan suatu jump-cut pada sequence. Dilakukannya perubahan engle kamera atau lensa pada tiap kali shot baru dibuat memberikan peliputan yang terbaik.



PERSYARATAN EDITORIAL


Tiap feet film yang diserahkan kepada editor harus memenuhi tiga bersyaratan yaitu Secara Teknis, Estetika, Naratif. Persyaratan TeknisUnsur-unsur teknis dari film seperti penataan fotografi, lighting, warna, eksposur, suara dan sebagainya harus diseragamkan dalam kualita produksi. Tidak boleh ada perbedaan-perbedaan yang kentara pada visual dan audio ketika film sudah dirakit dan copy release telah dibuat dengan timing dan penggarapan yang seksama. Penyambungan yang tidak klop atau perubahan yang mengacaukan, kecuali dengan sengaja disisipkan untuk suatu ‘special effect’ bias mengganggu potongan. Perekaman yang jelek dari sepotong jalur suara, perubahan lighting yang nampak jelas, warna yang tidak balans; dan segala ketidak sesuaian teknis lainnya tidak diterima. Keterampilan yang tinggi sudah merupakan syarat yang tidak bias dihindarkan dalam pembuatan film cerita secara profesional. Apabila pembuatan film noncerita yang serius menginginkan agar film mereka mendapat perhatian yang layak dari peninton, mereka harus berusaha mencapai kualitas profesional.


Unsur Unsur Estetika
Film haruslah terurai dalam sejumlah cerita bergerak, asyik menyanyikannya dan mudah difahami, kecuali kalu pembuat film menginginkanuntuk kepentingan cerita atau untuk shock atau membingungkan penonton bahkan sebaliknya membuat reaksi penonton menjadi ngeri atau tidak menyenangkan. Komposisi-komposisi adegan gerakan, gerakan-gerakan pemain dan kamera, efek-efek cahaya, pemilihan warna, penataan kamera serta unsure-unsur visul lainnya dari seting, kostum, latar belakang dan prop harus terpadu atas dasar akibat secara komulatif ketika adegan-adegan tiba pada penyuntingan akhir. Juru kamera yang baik akan berjuang untuk menghasilkan citra-citra bergerak yang seindah mungkin. Meskipun seringkali lebih baik pada kondisi dokumenter, untuk menyajikan yang relistis dari pada yang indah secara gambar. Ini tidak berarti bahwa keindahan dan relisme tidak bias dikombinasikan; atau bahwa film noncerita harus dipotret secara kering, tidak imajinatif dan gaya mesin saja. Dalam pengertian yang sederhana adalah bahwa subjek dokumenter haruslah ditampilkan ulang bukannya didandani untuk kepentingan gambar semata.
Film-film tentang ingennering, ketentaraan, pendidikan, bisnis, perindustrian, pertanian dan noncerita lainnya haruslah seindah mungkin dalam batas-batas realistis. Unsur-unsur gambar yang disertakan harus ditangani dengan cara estetik yang layak, tanpa mencuru perhatian dari subjek. Tujuan utama dari film dokumenter adalah untuk “menjual” subjek, bukan fotografinya.

Faktor Faktor Naratif

Sempurna secara teknis, shot-shot yang dikomposisikan dengan hebat akan keicil saja artinya atau bahkan tidak berguna sama sekali kalau fil disajikan dengan secara tak masuk akal, tidak menarik dan tidak padu. Penonton tidak akan buat bingung atau tegang mengikuti tema subjek, kecuali penyimpangan-penyimpangan plot akan membantu untuk kepentingan penuturan cerita.
Permasalahan cerita bukanlah urusan pokok juru kamera yang melakukan pengambilan dengan scenario yang sudah dipersiapkan. Tapi juru kamera noncerita yang merupakan juga sebagai sutradara, melakukan pengambilan atas idenya sendiri berdasarkan sebuah outline atau sedikit catatan,harus pasti betul bahwa film-film yang direkamnya itu bias dirakit menjadi suatu penuturan filmis. Hal itu merupakan pemahaman yang sepenuhnya ats nilai-nilai cerita, reaksi penonton dan syarat-syarat penyuntingan. Meski film dokumenter yang paling bersahaja harus menangkap interes penonton dan menahan perhatian mereka ketika film disajikan. Setelah tema atau plot disodorkan dan dikembangkan, penuturan harus dibangaun secara menarik ketika cerita berjalan. Tiap shot harus membuat satu poin. Semua scene harus dirangkum bersama agar mengkombinasikan efek, dari pada isi scene itu secara sendiri-sendiri, menghasilkan reaksi penonton yang diinginkan. Editor film mempunyai moto : “Bikin mereka tertawa atau bikin mereka menangis, kecuali membuat mereka penuh perhatian”.
Tujuam yang paling penting adalah membuat penonton menaruh perhatianterhadap orang dan kejadian yang digambarkan. Ini cara pemihakan terhadap tokoh-tokoh cerita pada film cerita, dan dibikin terlibat dengan apa yang mereka alami. Secara tidak langsung sebenarnya juga orang menaruh perhatian mengenai subjek pada film dokumenter dan dibikin tertarik pada pesan, tema, problem, propaganda, test engeneering, penawaran penjualan, laporan proyek atau materi subjek apapun yang digambarkan.
Editor film selalu mengusahakan member tekanan pada pemain, objek atau action dimana penonton paling tertarik padasuatu saat tertentu dalam cerita. Juru kamera harus terus mengingat kebutuhan yang sangat penting bagi penyuntingan ini selama shooting berlangsung, hingga ia akan secara otomatis bergerak mendekat untuk membuat Close-up atas action penting, memfilmkan bagian yang paling berarti dari keseluruhan kejadian dan mengikuti yang paling signifikan dari sejumlah action yang sedang berlangsung secarasimultan. Apa yang membuat penonton paling tertarik harus dipertimbangkan. Pemikiran juru kamera pada tahap ini akan merekam gambar yang sedapat mungin menangkap dandan menahan penonton. Untuk bias berhasil membuat film yang secara penuturan menarik, juru kamera harus menciptakan dunia pura-pura dari film ini dengan cara realistis yang meyakonkan. Ini dicapai dengan mengunakan kamera film sebagai perkakas penuturan cerita, bukan semata-mata sebagai alat perekam.



JENIS EDITING FILM

Editing Kontiniti
, dimana penuturan cerita tergantung pada peng-klop-an scene-scene yang berurutan dan Editing Kompilasi, dimana penuturan cerita tergantung pada narasi dan scene-scene melulu mengilustrasikan apa yang sedang diuraikan.


Editing Kontiniti
Editing kontiniti terdiri dari penyambungan klop, dimana action yang disambungkan mengalir dari salah satu shot ke shot lainnya; dan beberapa cut-away, dimana action yang diperlihatkan yang diperlihatkan bukan merupakan bagian dari shot sebelumnya. Suatu sequence yang bersinambungan atau rangkainan dari penyambungan-penyambungan yang klop, boleh terdiri dari berbagai jenis shot yang difilmkan dari beberapa angle yang berbeda. Kejadian yang digambarkan, betapapun, harus tampil sebagai suatu rangkaian yang berkesinambungan dari citra-citra. Manakala action bersinambungan, gerak, posisi dan arah pandang para pemain harus klop pada seluruh shot yang dirangkum bersamam. Suatu penyambungan yang tidak klop, disebabkan oleh perbedaan pada posisi badan atau pertukaran arah pandang, akan mengakibatkan jump-cut. Ini terjadi karena pemain akan Nampak tersentak atau terlompat lewat sambungan antar shot-shot.
Manakala kamera digerakkan mendekat langsung dari long shot atau medium shot ke set-up yang lebih dekat, maka adanya penyambungan yang tidak klop akan paling kentara. Tidak klop yang sedikit saja, seperti posisi kepala yang agak berbeda sedikit saja, bias dibikin tidak nampak kalau kamera dipindahkan ke engle yang agak berbeda, sebagaiman kalau kamera digerakkan untuk membuat shot-shot yang lebih dekat. Maka itu adalah kebijakan kalau kamera yang digerakkan mendekatdigeser dari satu sisi dari subjek, bukannya lurus mendekat. Manakala suatu shot mengambil sebagian dari scene sebelumnya, seperti kalau menyambung dari long shot ke medium shot maka posisi pemain, gerakan badannya dan arah pandangnyaharus ditiru sepersis mungkin. Lengan tidak boleh tampak terangkat pada long shot, dan kemudian tangan itu lebih rendah dari medium shot berikutnya. Kepala tidak boleh digambarkan menoleh kearah yang berbeda, agar jangan sampai arah pandang pemain tidak biasa menyambung klop dengan shot sebelumnya. Perbedaan yang demikian kentara di layar akan membuat penonton terperanjat. Kalau kamera bergerak mundur, atau cut ke belakang, dari shot dekat ke shot lebih jauh, hanya diperlukan klop dengan action yang Nampak pada Close-up sebelumnya karena selebihnya berada diluar bingkai. Penyambungan dari long shot ke Close-up dan kemudian penyambungan balik ke long shot lagi mengijinkan pencurian yang seksama. Penonton, yang sesaat bingung akan menerima setiap perubahan pada long shot terakhir sebagaimana telah terjadi pada saat Close-up nampak dilayar.
Shot-shot cut-away tidak usah klop dengan shot sebelumnya, karena shot tersebut bukan bagian dari kejadian utama. Cut-away direkam dari action kedua yang langsung atau tidak langsung mempunyai hubungan dengan action utama yang kemudian digunakan sebagai shot reaksi, suatu komentar atau untuk mengalihkan perhatian. Betapapun, shot-shot cut-away sebaiknua dijelaskan kalau mereka merupakan bagian dari long shot asli dan kemudian bergerak keluar flame, ketika kamera bergerak untuk menangkapa pemain-pemain yang penting. Long shot memperlihatkan sejumlah pemain. Kemudian, direkam dengan sebuah two-shot. Reaksi para pemain yang berada diluar layar secara langsung menjadi cut-away. Dalam contoh ini, adalah penting tiap pemain diperlihatkan dengan arah pandangyang betul ke kanaka tau ke kiri, agar klop dengan posisi mereka di luar layar dalam kaitan dengan para pemain penting itu. Arah pandang yang keliru akan memberikan kesanbahwa pemain tersebut sekarang berada pada posisi seberang dari sisi semula sebagaimana dijelaskan dalam long shot.
Cut-away tidak usah klop atau dijelaskan dulu kalau shot itu adalah dari para pemain yang tidak Nampak pada shot sebelumnya. Satu seri Close-up dari ‘main in the street’ sebagai cut-away boleh digunakan untuk memberikan komentaratas perkara yang sedang ditangani dalam adegan pengadilan terdahulu. Mungkin perlu dipilih arah pandang kemana yang tepat untuk mendapatkan efek pictorial yang paling baik, tapi untuk adegan diatas tadi bias saja arah pandang orang-orang dalam cut-away itu ke segala arah. Close-up cut-away bias digunakan untuk mengalihkan perhatian penonton, untuk menutupi perubahan arah para kontiniti perjalanan, menyingkat waktu atau adanya jump-cut, Tidak perlu klop. Juga tidak perlu ditampilkan dengan arah pandang khusus, kalau shot-shot itu adalah rekaman “orang luar” termasuk dalam scene umum.
Close-up seseorang yang menolehkan kepalanya bias disisihkan antara dua shot kendaraan yang bergerak pada arah sebenarnya. Suatu pengerjaan yang panjang seperti pengerjaan pengerukan, bias dipersingkat dan bagian yang hilang ditutup dengan menyisipkan Close-up dari orang lewat yang sedang asik menyaksikan. Suati jump-cut yang terjadi karena kecerobohan atau karena terpaksa dilakukan pemendekan, bias ditutup dengan mengalihkan perhatian penonton pada sisipan Close-up dari orang yang menyaksikan kejadian itu.


Editing Kompilasi
Film berita dan jenis film dokumenter mengenai survei, laporan, analisa, dokumentasi, sejarah atau laporan perjalanan, umumnya mengunakan editing kompilasi karena sifat snapshot yang mengasikkan dari informasi visual. Ini semua dihubungkan oleh narasi yang bersinambungan. Jalur suara merangkum penuturan dan mendorong scene bergerak, yang sebelumnya hanya punya sedikit saja kemampuan kalau disajikan tanpa penjelasan suara. Penyuntingan kompilasi hanya memberikan sedikit saja problema-problema peng-klop-an , karana shot-shot tunggal mendapatkan ilustrasi apa yang terdengar dan tidak perlu adanya keterkaitan secara visual satu sama lain. Film-film jenis kompilasi tidak bentuk yang pasti selain yang bergerak dari yang bersifat umum ke yang khusus. Long shot bias mengikuti long shot, dan sejumlah Close-up yang tidak punya hubungan dengan shot-shot yang berkaitan bias saja disisipkan. Semua aturan dalam buku mengenai editing bias dilanggar kalau narasi bias dimengerti dan menyajikan cerita yang masuk akal. Shot-shotnya sendiri bias langsung bergerak-gerak dalam waktu dan tempat kalau semua itu diberi narasi dengan memuaskan.


Editing Kontiniti & Kompilasi
Film-film cerita yang menggunakan editing kompilasi oleh kuga sesekali menggunakan pula editing kompilasi, seperti serangkaian long shot introduksi, sebuah sequence editing dengan waktu dan ruang yang diringkaskan atau serangkaian shot yang tidak saling berkaitan untuk memberikan impresi, bukannya suatu reproduksi dari suatu peristiwa. Sequence yang berisi kompilasi serupa itu, terutama kalau digunakan sebagai introduksi atau keperluan transisi, boleh menggunakan narasi penjelasan.
Film-film kompilasi boleh menggunakan editing kontiniti mana kala sequence dari sejumlah shot digunakan untuk menggambarkan suatu bagian dari cerita. Sejumlah shot yang tidak klop bias disajikan dalam sebuah sequence yang menuturkan sedikit kisah tentang materi itu sendiri yang perlu peng-klop-an dari sequence yang berurutan. Editing kontiniti harus digunakan pada film kompilasi manakala dua shot atau lebih dari shot yang berurutan memerlukan peng-klop-an action.
................. dts.



bookmark
bookmark
bookmark
bookmark
bookmark